:: Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan. Tidak ada kekuatan kecuali dengan persatuan. Tidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan. Tidak ada keutamaan kecuali dengan Islam. Islam tidak bisa hidup kecuali dengan dakwah. Dakwah tak akan bisa berjalan kecuali dengan jihad. Dan jihad tidak akan bisa berjalan kecuali dengan landasan keimanan.(Umar Bin Khattab) :: http://mentoringfkipums.blogspot.com/

Jumat, 07 Januari 2011

Pelajaran dari Kisah Ashabul Kahfi


Bukti dan tanda kekuasaan Allah begitu banyak menuntut untuk
ditadabburi
dan di ambil pelajaran ('ibrah). Allah swt. memaparkannya dalam
berbagai
bentuk dan cara, dimaksudkan agar manusia tidak bosan, sadar dan segera
mengakui kewahdaniyahan(keesaan)-Nya dalam segala hal. Ashabul kahfi
adalah salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. yang dipaparkan dalam
bentuk kisah yang menarik dan patut ditadabburi.


Adalah Rasulullah SAW. dengan turunnya surat alkahfi (makiyah )
mendapatkan siraman Ilahi sekaligus penyejuk hati bagi para sahabatnya
untuk tetap teguh, kokoh dan tabah dengan keimanan dalam menghadapi
ibtila' dan fitnah dari kaum musyrikin Quraisy. Kisah ini memang sarat
dengan nilai-nilai, secara umum berupa tauhidullah (mengesakan Allah),
keimanan, tadhiyah (pengorbanan), ukhuwah aqidiyyah (persaudaraan
aqidah), alfutuwwah dan qudwah serta keyakinan hari kebangkitan .
Nilai-nilai ini muncul atas hidayah Allah swt. sebagai pemberi
segalanya
bagi siapa yang dikehendakinya. Sebelum penulis jauh menjelaskan nilai
satu persatu diatas, ada baiknya kita ingat bersama bahwa kondisi
ashabulkahfi sebelumnya hidup ditengah masyarakat yang kondisi sosial
dan politiknya bernidhamkan (bersistimkan) kekufuran dengan segala
macam
bentuknya, mulai dari penguasa dzalim sampai rakyat yang bodoh dan
dibodoh-bodohi. Tak jauh beda dengan kisah Fir'aun terhadap kaumnya
yang
oleh Al-qur'an disinyalir "maka fir'aun mempengaruhi kaumnya, lalu
mereka patuh kepadanya . Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang
fasiq." (QS 43 : 45 ).

Barangkali kita harus berkata bahwa terkadang sejarah manusia akan
terulang meskipun perbedaan kapan, dimana, dan siapa pelakonnya. Namun
substansinya tetap sama. Karena pentingnya memahami dan menyadari
substansi ini, Allah sendiri dalam meletakkan kisah ini tidak
menyebutkan siapa nama pelaku-pelakunya, dimana dan kapan terjadinya
secara pasti. Yang jelas tujuannya agar manusia mengambil pelajaran,
kemudian menjalani kehidupan dengan hidayahNya. Tujuan seperti ini juga
yang melatar belakangi sebagian besar mufassirin dalam menyikapi kisah
ini, semisal Ibnu Katsir, At-Thabari dll.

Tauhidullah
Nilai ini jelas dari sikap ashabul kahfi, dengan lantang penuh
keberanian mendeklarasikan sikap. Mereka mampu menguasai diri, sebab
mereka memiliki keoptimisan yang dibingkai ruh mas'uliyah (tanggung
jawab), ruh isti'la (merasa tinggi) dan sosok kepemimpinan. Ruh
mas'uliyah timbul ketika melihat rakyat dipaksa untuk menyembah
penguasa
dan mempertuhankan ideologi. Ruh itu juga lahir dari sebuah ma'rifat
bahwa Allah swt. satu-satunya yang berhak disembah. Adapun ruh isti'la
ada, dikarenakan sikap penguasa yang mempromosikan diri sebagai
pengatur
segalanya, bahkan hitam putih seseorang ada ditangannya dan selamat
atau
tidaknya seorang rakyat tergantung pada kebijaksanaannya. Padahal semua
ini justru satu kehinaan dan tindakan kriminal dihadapan Allah SWT yang
pantas mendapatkan azab. Sementara sosok kepemimpinan secara otomatis
muncul, karena keinginan menyelamatkan umat dari jurang kekufuran .
Andai kata jumlah ashabul kahfi di zaman itu mencukupi, niscaya akan
lahir sebuah reformasi murni berlandaskan tauhidullah. Namun kehendak
Allah menginginkan lain.

Keimanan kepada Allah SWT dan hidayah-Nya.
Ketika Allah SWT mempredikatkan mereka dengan firman-Nya "Innnahum
fityatun aamanu birabbihhim wazidnaahum hudan", aliran iman telah
merasuk dan menjadi darah daging mereka, menempati lubuk hati dan
menyebar keseluruh bagian tubuh kemudian melahirkan sikap yang matang
sesuai dengan keimanan dihati. Sehingga dengan mudah mereka menerima
kebenaran, mempertahankan dan menda'wahkannya. Sebaliknya terhadap
kebatilan mereka semakin jelas menolaknya sekaligus menentang. Dalam
kondisi jiwa seperti ini, Allah SWT memberi petunjuk dalam bentuk plus
"wazidnahum Hudan". Petunjuk untuk tetap teguh menjaga keimanan dan
hidayah untuk beramal shaleh. Dengan pijakan iman yang kokoh mereka
terhindar dari tipuan duniawi yang digelar oleh penguasa saat itu .

Syeikh Abdul Karim Al-Khatib dalam tafsirnya -tafsirul quran bil quran-
mengomentari penggalan ayat ini : " Disini tersirat bahwa ashabul kahfi
benar-benar telah menghadapkan diri kepada Allah swt semata untuk
meniti
jalan-Nya. Tak heran kalau Allah SWT menyambutnya dengan hidayah. Ini
berarti setiap manusia dituntut bergerak menuju tujuan akhir kehidupan.
Andaikan orientasi gerakannya lurus niscaya Allah akan membantunya.

Sebaliknya jika arah geraknya menuju kesesatan dan kerusakan, niscaya
hawa nafsu dan syetan sebagai pembimbing nya (na'uzubillah). Sejalan
dengan hal ini Imam Al-Banna pernah berkata: " Mengetahui dan memahami
sebuah prinsip, mengimani serta menghargainya akan menyelamatkan
seseorang dari kesalahan, penyelewengan dan godaan tipu duniawi".

Tadhiyah ( Pengorbanan )
Dalam setiap perjuangan (jihad) diperlukan pengorbanan, berupa harta,
keluarga, tanah air bahkan jiwa raga sekalipun. Apalagi jihad dalam
rangka mempertahankan aqidah., menegakkan kalimatullah dimuka bumi ini.
Bagi mukmin, syurga dan ridha Allah swt merupakan transaksi termulia
didunia ini. Demikian nilai pengorbanan (tadhiyah) tergambar dalam
sikap
ashabul kahfi terhadap komunitas manusia yang sesat, tenggelam dalam
kekufuran dan kesyirikan. Mereka rela meninggalkan keluarga, harta dan
tanah air demi menyelamatkan aqidah serta khawatir akan fitnah. Untuk
itu bukan tidak mungkin kisah ini, menjadi inspirasi bagi hijrah
Rasulullah saw. Bersama Abu Bakar ra ke Madinah dan Hijrah pertama kaum
muslimin ke Habasyah.

Dari uraian diatas, jelaslah adanya bahwa bagi sang Da'i pengorbanan
adalah segalanya. Sebab yang menenangkan hatinya ialah apa yang ia
korbankan demi tercapainya pahala dari Allah SWT. (Lihat Q.S.:
9:120-121, 34:39, 3:157)

Ukhuwah 'aqidiyah (Persauda-raan yang berdasarkan aqidah)
Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) menyebutkan dalam tafsirnya bahwa
ashabul
kahfi tersebut mulanya tidak saling kenal. Hanya satu pengikat hati
mereka, yaitu keimanan kepada Allah swt dan kekufuran terhadap thaghut.
Ikatan hati ini bukanlah semata-mata datang dari usaha mereka,
melainkan
atas kehendak Allah swt. Hal ini jelas menandakan bahwa kekuatan
ukhuwah
adalah kekuatan kedua setelah iman. Dengan ukhuwah ini mereka berani
dan
yakin mengatakan "Tuhan kami adalah pencipta langit dan bumi, kapanpun
jua kami tidak akan menyembah selain Allah SWT." .Ucapan ini diucapkan
dihadapan sang penguasa dzalim.

Pengaruh dari nilai ukhuwah yang dirasakan, terlihat ketika salah
seorang diantara mereka diminta untuk membeli makanan sambil berkata
kepada saudaranya : "hendaklah berlaku lemah lembut dan jangan
sekali-kali menceritakan keadaan kita kepada siapapun. Sebab jika
mereka
tahu tempat ini , niscaya mereka akan melempari kita batu atau memaksa
kita untuk kembali keagama lama". Ini sikap seorang saudara yang
khawatir akan keselamatan saudaranya yang lain, sebab apa yang menimpa
dirinya juga akan dirasakan oleh yang lain . Dalam hal ini sirah
Rasulullah saw dan para sahabat banyak diwarnai dengan nilai ini.

Al-Futuwah dan al-qudwah
Kata al futuwah oleh An-Nasafi dalam tafsirnya didefenisikan sebagai
bentuk pencurahan segala kebaikan, menahan atau menghindari hal-hal
yang
menyakiti dan meninggalkan pengaduan kepada selain Allah swt. Ditambah
meninggalkan hal-hal yang haram dan menyambut segera hal-hal yang
mulia.
Dari definisi ini kandungan ma'nawi lebih nampak dari lahiriah. Pemuda
yang lahiriah (material) dan ma`nawiyahnya (spritual) seimbang,
merekalah yang paling siap dan interest menerima kebenaran,
dibandingkan
golongan tua yang hanyut terbuai kebatilan agama nenek moyang. Bahkan
bukan sebatas menerima kebenaran saja, tetapi umpan baliknya adalah
sikap menentang segala penghalang al haq dengan gerakan ishlah
(perbaikan). Fenomena al-futuwah ini banyak mewarnai sirah awal da'wah
Rasul saw. Tercatat bahwa hampir semua sahabat Rasulullah saw yang
pernah membai'at beliau di rumah Al-Arqom bin Arqom, baitul aqobah dan
ridwan adalah pemuda.

Yang pasti pemuda mampu membuktikan bahwa mereka unsur pertama dalam
setiap perubahan. Mengapa harus pemuda dan mengapa harus pemuda muslim
yang menjadi sentral perhatian?? Menjawab dua pertanyaan ini ustazd
Fathi Yakan dalam bukunya Al-Syabab wa Al-Taghyir menjelaskan bahwa,"
Pemuda adalah pemilik cita-cita tinggi, semangat yang menggebu dan juga
masa puncak untuk menerima dan memberi." Namun semua ini tidak bernilai
apa-apa jika tidak memiliki loyalitas kepada Islam. Karena pemuda
merupakan satu wujud bentuk kontribusi Ilahi sekaligus kekuatan yang di
fungsikan untuk memakmurkan bumi. Sebaliknya pemuda tanpa Islam akan
menjadi bencana yang mengerikan.

Hari Berbangkit dan Alam Mahsyar
Mengikuti kronologi kisah Ashabul Kahfi mengantar kita kepada satu
titik
tujuan utama kisah tersebut yaitu meyakinkan kepada umat manusia
terhadap keimanan kepada hari kiamat, hari berbangkit dan alam mahsyar.

Dalam satu riwayat, pada saat sebelum di bangkitkan ashabul kahfi,
masyarakat setempat terpecah kepada dua kubu. Ada yang meyakini hari
berbangkit di akhirat nanti dan ada yang tidak percaya sama sekali.
Bagi
seorang mukmin aqidah ini merupakan sebuah aksiomatis yang tidak
diragukan lagi kebenarannya. Karena keimanan terhadap keduanya ini
memacu kita untuk berbuat kebajikan selama di dunia dan menimbulkan
rasa
tanggung jawab yang tinggi dihadapan mahkamah Allah Swt.

Kisah ini adalah bagian pertama dari empat kisah lainnya yang terdapat
dalam surah Al-kahfi. Semoga dengan kisah ashabul kahfi ini mendorong
kita untuk mendalami dan mengkaji kisah-kisah selanjutnya yang terdapat
dalam surah ini dan tentunya yang teramat penting adalah transformasi
nilai kedalam diri kita lewat skenario kisah ini agar kita menjadi
pemuda yang mendapat legalisasi keimanan yang benar dari Allah Swt.
(Wallahu a'lam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.