:: Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan. Tidak ada kekuatan kecuali dengan persatuan. Tidak ada persatuan kecuali dengan keutamaan. Tidak ada keutamaan kecuali dengan Islam. Islam tidak bisa hidup kecuali dengan dakwah. Dakwah tak akan bisa berjalan kecuali dengan jihad. Dan jihad tidak akan bisa berjalan kecuali dengan landasan keimanan.(Umar Bin Khattab) :: http://mentoringfkipums.blogspot.com/

Senin, 09 April 2012

Kualitas Diri

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab hebatnya retorika di hadapan manusia…
Sedang jumlah kata sia-sia yang keluar dari lisan di setiap detiknya lebih banyak dari dzikrullah??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab telah menjadi orang ternama…
Sedang mata masih lebih banyak digunakan memandang hal yang sia-sia bahkan berbuah dosa??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab punya kelas/jabatan dan banyak harta…
Sedang diri masih sering “lalai” di setiap pertemuan dengan Allah dalam shalat oleh urusan dunia??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab merasa telah banyak beramal…
Sedang hati masih berbunga menyimpan segumpal ujub dan riya??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab telah menunaikan separuh agama membentuk sebuah keluarga…
Sedang hak-hak suami/isteri/anak/tetangga terlebih hak-hak Allah masih sering diabaikan dan terlupa??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Sebab merasa telah luas pergaulan dalam berbagai tingkat kehidupan masyarakat…
Sedang adab-adab dan batasan syar’I masih sering dilanggar dan disepelekan dosanya??

Apakah kita berpikir…
Akan bisa tegak berdiri di hadapan Allah di yaumil akhir kelak…
Tanpa rasa malu di hadapanNya…
Sedang tak satu pun amal unggulan yang dapat kita andalkan di hadapanNya??

***

Mengapa kita begitu angkuh berjalan di muka bumi…
Padahal tak satu pun bagian diri merupakan hak milik pribadi…

Mengapa kita begitu sombong akan berbagai kelebihan diri kita…
Padahal semua dapat ditarikNya kapan saja…

Mengapa kita begitu susah berempati terhadap sesama…
Padahal musibah dapat menemui kita kapan dan dimanapun jua…

Mengapa kita begitu susah memaafkan dan hilangkan rasa`benci pada sesama…
Padahal masih lebih banyak alpa diri yang diampuni olehNya…

Mengapa kita begitu susah menebarkan jalinan ukhuwah dengan sekadar wajah ceria, salam erat dan pelukan hangat terhadap saudara…
Padahal kehangatan itu adalah penguat ta’liful qulub kita…

Mengapa??

***

Demi Allah…
Zaman boleh berganti…
Namun jangan pernah biarkan dunia dan isinya membeli prinsip dan izzah diri…
Jangan pernah biarkan tawadhu’ terkikis oleh ujub, riya dan benci…
Jangan pernah biarkan diri dan siapapun juga menggoyahkan dan mengoyak batasan syar’i dan hijab hati yang sejak dulu telah kita sepakati…
Jangan pernah biarkan ukhuwah kita meredup dan kemudian mati…

***

Demi Allah…
Hidup hanya sebentar…
Hanya sebentar…
Tak bisakah kita jaga prinsip dan izzah kita di waktu yang sebentar ini??
Bukankah segala nikmat hari ini tak kan kekal??
Tak bisakan kita berikan kualitas diri dan kontribusi terbaik bagi peradaban ini??

Bukan…
Bukan untuk Allah…
Sebab Allah tak butuh apapun dari kita…
Melainkan untuk diri kita sendiri…
Dan demi cita-cita peradaban kita yang begitu menjulang tinggi…
Berharap kelak terus dikuatkan dari generasi ke generasi…

Laiknya para shahabiyah yang rela menyobekkan kain-kain gorden mereka ketika ayat tentang hijab pertama kali diturunkan…
Laiknya keteguhan Yusuf menjaga izzah dan cintanya pada Allah yang tak tergoyahkan…
Laiknya keteguhan prinsip Bilal yang tak terpatahkan oleh siksa dunia…
Laiknya ketawadhu’an, terlebih kesempurnaan akhlaq Rasulullah nan mempesona…

***

Bertanyalah…
Bertanyalah pada diri kita…
Prinsip apa yang telah terkikis dari diri kita hari ini…
‘Amal mana yang telah memudar dan hilang dari diri kita hari ini…

Dan bertanyalah…
Kelemahan apa yang telah menggurita dan meninabobokan diri kita hari ini…
Penyakit hati jenis apa yang mulai membenih dalam diri kita hari ini…
Kenikmatan apa yang telah melalaikan hati kita hari ini…

Sekali lagi…
Zaman boleh berganti…
Namun jangan pernah biarkan dunia dan isinya membeli prinsip dan izzah diri…
Jangan pernah biarkan tawadhu’ terkikis oleh ujub, riya dan benci…
Jangan pernah biarkan diri dan siapapun juga menggoyahkan dan mengoyak batasan syar’i dan hijab hati yang sejak dulu telah kita sepakati…
Jangan pernah biarkan ukhuwah kita meredup dan kemudian mati…

Tanyakanlah pada diri kita…
Kemudian jawablah dengan perbaikan kualitas diri dan amal nyata tanpa jeda…

***

Temukan potensimu…
Lejitkan ia…
Lalu melangkahlah tanpa ragu…
Hingga syahid menjemputmu…
Salam JIHAD!!!

Sumber: http://mujahidah-farma.blogspot.com/2011/10/kualitas-diri.html

Sabtu, 28 Januari 2012

Memulai Dari Akhir


Bismillahirrahmanirrahiim

Saudaraku,
setiap cita-cita, harapan yang membuncah di hatimu
sesungguhnya adalah anak panah yang siap dilesatkan dari busurnya
Ia seperti kuda gagah terhebat yang siap berlari di padang luas
Ia ibarat tinta yang siap untuk menuliskan berlembar tulisan, bahkan berjuta buku
Ia adalah gelegak hati yang ingin segera terpenuhi
Ia selalu kita rindukan kemunculannya,
Hingga membungai tidur kita

Inilah cita-cita
Seperti keharuan dan kerinduan yang mengharu biru di doa Umar bin Khattab ra agar wafat di Madinah, hanya di Madinah. Seperti doa Sa’d bin Mu’adz ra saat perang Khandaq, agar Alloh hanya mengambil nyawanya setelah memerangi bani Quraizhah. Bani yang telah mengkhianati perjanjian dengan Rasulullah dan kaum muslimin. Keduanya menemukan muaranya,Umar bin Khattab wafat di Madinah. Sa’d bin Mu’adz ra terluka di perang Khandaq namun syahid ketika terjadi perang Bani Quraizhah. Kesyahidannya dicemburui semua penghuni bumi, kesyahidan yang mengguncangkan Arsy Allah. Dan jenazahnya diangkat oleh para malaikat (T_T). Sungguh cita-cita mulia bertemu dengan penggenapan dari Rabb tercinta.

Saudaraku,
Mari kita mulai dari akhir
Muara mana yang kita pilih untuk berlabuh
Daratan mana yang kita pilih untuk singgah
Sebutkan saja, tanpa ragu

Rasulullah SAW yang mulia, telah mengajarkan betapa azzam menggapai yang akhir itu menjadi energi dahsyat yang menggetarkan hati. Saat itu, di perang Khandaq. Kala menghantamkan cangkulnya ke tanah yang keras, Rosulullah menyampaikan masa gemilang di masa yang akan datang.


“Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini.

Allahu Akbar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat inipun aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.
Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”

Bagi orang yang tak beriman, pasti sabda Rasulullah itu seperti dongeng pengantar tidur, fabulous, luar biasa tapi fiktif. Bagaimana mungkin dengan kondisi saat itu yang sangat menyedihkan, mereka akan membebaskan negri-negri besar? Ya saat itu, saat perang khandaq. Ketika para shahabat harus terus menggali parit dengan rasa lapar menyengat karena sedikitnya makanan, rasa letih mendera. Sementara kemenangan seperti utopia semata, kemenangan seperti secuil hitam ujung kuku. Bagaimana mungkin mereka akan membebaskan Syam, Persi dan Yaman.

Tapi sejarah telah menorehkan dengan tinta emas
Semuanya ditaklukkan, walau saat itu Rasulullah telah berpulang ke haribaan Allah.

Ah itukan Rasulullah…apalah kita ini
Saudaraku, mari kugandeng tanganmu menyusuri sepenggal episode pemuda paling mempesona, Muhammad Al-Fatih

Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays”

"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu."

Para shahabat berlomba, bergemuruh kerinduan. Ingin segera merealisasikan janji Allah dan RasulNya. Ingin berperan dalam membebaskan Konstantinopel. Khalid bin Walid mampu membebaskan Damaskus, tapi konstantinopel belum tersentuh. Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Al-Quds, ikut mengambil bagian tapi belum mampu meruntuhkan benteng-benteng Konstantinopel.
D antara jiwa yang bergemuruh untuk memenuhi janji Rasulullah adalah Muhammad Al-Fatih. Ia tidak duduk menunggu. Ia berkemas, bersiap, dan berdoa. Ia tahu hanya pasukan terbaik yang mampu membebaskan Konstantinopel. Dan sebaik-baik pasukan adalah yang paling dekat dengan Rabbnya
Hidupnya dihabiskan untuk banyak beribadah dan menuntut ilmu. Ia belajar ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.Ia ingin menjadi sebaik-baik pasukan yang telah disabdakan oleh Rasulullah.

Inilah sepenggal kisah di sepertiga malam menjelang penyerbuan
Dihadapan pasukannya yang berdiri, Muhammad Al-Fatih berkata:

”Amanah ini hanya layak dipikul orang terbaik. Tujuh ratus tahun lamanya nubuah Rasulullah telah menggerakkan mujahid-mujahid tangguh, Tapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan kepada kalian:

Yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan shoum Ramadhan, duduklah
Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur'an lebih sebulan, duduklah
Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur'annya, duduklah
Yang pernah kehilangan shalat malamnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan puasa Ayyamul Bidh, duduklah."

Semua anggota pasukannya duduk satu-persatu, sesuai tingkatan dimana amal sholih telah mereka kerjakan. Hingga di akhir pertanyaan, tak ada lagi anggota pasukan yang berdiri, semua duduk sambil penuh isak tangis dan takut tidak diikutkan dalam peperangan. Hanya satu orang yang tersisa berdiri, dialah sang pemimpin pasukan itu, Muhammada Al-Fatih. Subhanallah...

Muhammad Al-Fatih memilih seperti apa dirinya di masa yang akan datang. Memulai hidupnya dgn menentukan akhir yg ingin direngkuhnya. Dan sekali lagi, Allah menggenapkan cita-citanya. Sejarah mencatat, keberhasilannya membebaskan Konstantinopel dalam usia yang masih sangat muda, 23 tahun.

Nah sekarang saudaraku, bagaimana dengan kita?


Ah, hebatnya kalau aku bisa jadi apoteker yg alim, yang membebaskan manusia dari obat yang haram

Duhai, andai aku jadi pengusaha kaya semacam Abdurrahman bin Auf, yang hartanya penuh keberkahan
Mantapnya, kalau bisa jadi web designer hebat yang akan mengabarkan kebenaran Islam kepada dunia

Tapi tentu saja tidak cukup hanya berangan-angan, dan mimpi kosong. Aha, kalau kita hanya duduk-duduk, menghabiskan waktu dengan bercanda ria, maka cita-cita menjelma menjadi angan-angan kosong-maaf- hanya sampah.

“Kau harap keselamatan
Namun tidak kau tempuh jalannya
Sesungguhnya kapal tak mungkin
Berjalan di daratan.”

Karena cita-cita bukan hanya diam
Cita-cita adalah energi yang mendorong pecitanya selalu maju, melesat
Energi yang diciptakannya membuat yang tampak mustahil menjadi mungkin
Mengubah yang sukar menjadi mudah
Mendekatkan yang jauh menjadi dekat

Cita-cita mulia mengalirkan keberkahan
Cahayanya meletup-letup, bersinar ke penjuru, menerangi gulita
Ibarat rekah fajar membelah malam

Cita-cita harus diperjuangkan…sekaligus dimohonkan penggenapannya oleh Robul Izzati. Jangan terburu cemas melihat panjangnya perjalanan. Karena bila kita sudah mulai melangkah, jaraknya akan semakin dekat. Jangan terburu takut dengan terjalnya tebing, Karena kita dikaruniai kaki yang kokoh dan pijakan yang kuat. Dan apabila lelah, letih, menderamu. Ingatlah tak ada yang sia-sia. Peluh, keringat, cucuran air mata, bahkan luka yang berdarah-darah, mendapatkan balasan yang setimpal. Semakin gelap perjalanan, Insya Allah semakin dekat pada fajar kemenangan


“Dan apabila hamba-hambak-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan doa orang yang berdoa bila ia berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah:186)
”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah : 214)

Semuanya seimbang dalam takaran. Yang tidak beriktiar, cacat dalam syari’at. Yang terlalu memuja iktiar, yakin semua hasil karena cucuran keringatnya sendiri, Telah menodai tauhidnya.

Saudaraku,
Sekarang sebutkan muaramu
Sebutkan daratan yang ingin kau singgahi
Tunjuk langit-langit dunia yang ingin kau jelajahi
Cakrawala mana yang ingin kau sibak
Bismillah…kita mulai perjalanan untuk menempuhnya
Semoga Allah menggenapkannya
Amin


Medio des 2009
di atas kereta api prameks jogja-solo, berlanjut di halaman belakang rumah.

Nb: Artikel ini di ambil dari note salah satu teman sy, yg sudah sekali dimuat, tapi sengaja dimuat lagi, semoga berManfaat..